Friday 5 August 2011

Kejujuran Jalan Menuju Syurga

Jujur adalah perkataannya sesuai dengan perbuatannya. Kejujuran merupakan keutamaan jiwa, akhlak yang akan membawa pada dampak yang sangat penting dalam kehidupan individu dan bermasyarakat. Jujur adalah hiasan perkataan, tanda keistiqomahan dan kebenaran, dan menjadi penyebab bagi kesuksesan dan keberhasilan. Oleh karena itu Islam sangat memuji sifat tersebut serta sangat menganjurkan untuk berbuat jujur, itu didapati dalam Quran dan Sunnah, dan ini hanya dapat dijalankan oleh orang yang berpegang teguh pada agamanya.

Allah berfirman : ( Al Ahzab 23).
Nabi Saw bersabda : “Sesungguhnya kejujuran akan membawa pelakunya pada kebajikan, dan kebajikan akan mengantarkan pelakunya kedalam surga, dan seorang akan berbuat jujur hingga Allah menuliskan disisi-Nya termasuk golongan orang-orang yang jujur, dan dusta akan membawa pada kemungkaran dan kemungkaran akan membawa pelakunya pada neraka, dan seseorang akan berdusta hingga Allah menuliskan disisi-Nya termasuk golongan orang-orang pendusta.

Allah telah memuji para utusan-Nya atas kejujuran mereka : (Maryam 65).
Ibnu Abbas berkata : empat perkara bila dimiliki oleh seseorang maka dia telah beruntung : jujur, malu, budi pekerti baik, dan bersyukur.
Bayar bin al Harits berkata : barang siapa yang beribadah pada Allah dengan jujur maka dia akan disegani oleh manusia.
Abu Sulaiman berkata : jadikanlah jujur jalan hidupmu, kebenaran pedangmu dan Allah tujuanmu.

Orang bijak ditanya : saya tidak melihat orang jujur. Dia menjawab : jika anda termasuk orang-orang jujur maka anda akan melihatnya.
Ada orang yang berkata pada Dzin Nun : apakah ada jalan bagi seorang hamba untuk membenahi segala permasalahannya ?
Dia menjawab :
Kita mencari kejujuran karena tidak ada jalan menujunya
Kita telah lama terbenam dalam dosa hingga membuat kita tersesat jalan.

Hakikat kejujuran dan tingkatannya :

Kejujuran dipakai dalam enam erti yang sangat mulia : jujur dalam perkataan, niat, jujur dalam kemauan, jujur dalam menepati kemauan, jujur dalam perbuatan, dan jujur untuk mencapai kedudukan dalam agama secara keseluruhan, barang siapa mempunyai sifat jujur dalam semua hal diatas maka dia tergolong orang yang jujur.

Jujur pertama : jujur dalam perkataan, yaitu menyampaikan sesuatu sesuai dengan hakikatnya tanpa adanya pemalsuan, kenyataan itu entah yang berlalu atau yang akan datang dan bagi setiap muslim hendaknya menjaga perkataannya dan selalu berkata jujur.
Inilah tip kejujuran yang sangat terkenal, maka barang siapa yang menjaga ucapanya dalam penyampaian berita tentang segala sesuatu apa adanya maka dia adalah orang yang jujur.

Jujur kedua : jujur dalam niat, itu kembali pada keikhlasan, yaitu hendaknya tidak ada unsure lain dalam kegiatan dan diamnya kecuali hanya karena Allah, bila ada campuran kepentingan pribadi maka pupuslah kemurnian niat itu, dan pelakunya dapat dikatakan pendusta.

Jujur ketiga : jujur dalam kemauan, kadang seseorang sebelum melakukan perbuatan dia mempunyai kemauan untuk berbuat, dia berkata pada dirinya : bila Allah memberikan rizki harta padaku aku akan mensedekahkannya – atau setengahnya- atau aku akan berjuang dijalan Allah berjihad dan aku tidak peduli walaupun aku mati dimedan jihad, bila Allah memberikan aku kekuasaan maka aku akan berlaku adil dan tidak akan sedikitpun mendzalimi rakyatku, kemauan ini kadang diikuti perasaan dalam dirinya dengan kemauan yang jujur, kadang pula diikuti oleh kemauan yang setengah setengah, dalam hal ini yang dimaksud adalah kekuatan jiwa dan penepatan kemauan diatas.

Jujur keempat : jujur dalam menepati kemauan, kadang jiwa itu dipenuhi oleh kemauan untuk menepati bila tidak ada rintangan dan kesusahan tapi bila syahwat telah menguasai jiwa maka kemauan tadi menjadi lemah dan syahwatlah yang menjadi penguasa, hingga dia tidak menepati kemauannya tadi, maka ini telah berlawanan dengan kejujuran, oleh karena itu Allah berfirmah : Al Ahzab 23.
Dari Anas RA : bahwa Anas bin An Nadhr belum pernah mengikuti perang Badr bersama Rasulullah Saw maka hatinya menjadi susah, dia berkata : bila pada waktu perang aku pertama kali yang diikuti Rasulullah aku tidak dapat datang mengikuti, bila Allah mengizinkan aku berperang bersama Rasulullah Saw maka aku akan memperlihatkan pada Allah apa yang akan aku perbuat : dia berkata : pada tahun berikutnya dia ikut dalam perang Uhud kemudian dia bertemu dengan Saad bin Muadz, dia berkata : Wahai Abu Amr mau kemana ? dia menjawab : betapa indahnya wangi surga ! Sungguh aku mendapatkan wangi surga setelah perang Uhud, maka dia berperang sampai dia terbunuh, dan didapati pada seluruh jasadnya delapan puluh lebih tusukan pedang, panah dan pukulan, saudarinya berkata : aku tidak mengenal saudaraku kecuali dari bajunya, maka turunlah ayat.

Jujur kelima : jujur dalam perbuatan, yaitu hendaknya berusaha untuk tidak menunjukkan bahwa perbuatan dzahirnya mensifati batinnya, tapi sebaliknya hendaknya batinnya yang menuntun lahirnya, banyak didapat orang yang berdiri dzahirnya seakan khusu’ tapi itu hanya ingin dilihat oleh orang lain, tapi hatinya lupa akan shalatnya, bila orang lain melihatnya maka seakan dia berdiri dihadapan Allah, padahal batinya dipasar berjalan bersama syahwatnya.

Jujur keenam : yaitu jujur yang menduduki tingkatan tertinggi, yaitu jujur dalam kedudukan (maqam) keagamaan, jujur dalam khauf (takut), raja’(pengharapan) dan ta’dzim (penghormatan), zuhd, ridha, tawakkal dan hubb (cinta). Bila salah satu maqam telah dikuasai dan hakikatnya menjadi nyata maka dia termasuk orang yang jujur dalam maqam tersebut. Tingkatan jujur itu tidak ada batasnya, kadang seorang hamba jujur dalam satu perkara tidak jujur dalam perkara lainnya, maka barang siapa yang jujur dalam segala hal maka dialah orang jujur yang hak.

Saad bin Muadz berkata : tiga perkara yang membuat saya kuat dan orang lainnya menjadi lemah : saya tidak pernah shalat semenjak saya masuk Islam saya bercakap dengan jiwa saya kecuali setelah saya selesai shalat, dan aku berta’ziyah jenazah tanpa riya’ dan tidak berbicara tentang itu sampai selesai penguburannya. Dan saya tidak pernah mendengar Rasulullah berkata kecuali yang hak (benar), Ibnu Musayyab berkata : beruntunglah Saad bin Muadz saya tidak menyangka sifat-sifat baik itu hanya ada pada Nabi Saw.